KOMPAS.com — Semula, Sumatera diduga cuma punya satu jenis bunglon dari genus Pseudocalotes. Namun, riset taksonomi mengungkap bahwa pulau itu lebih kaya dari yang diduga. Tiga spesies baru bunglon dari genus itu ditemukan di Bukit Barisan.
Jenis baru bunglon itu terungkap lewat riset ahli herpetologi (ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy. Dia meneliti bersama rekannya dari Universitas Brawijaya, Boward College, dan Universitas Texas.
Ketiga spesies yang ditemukan adalah Pseudocalotes cybelidermus, Pseudocalotes lineatus, dan Pseudocalotes rhammanotus. Temuan itu dipublikasikan di jurnal Zootaxa pada 25 Juli 2014 yang lalu.
P cybelidermus berbeda dengan jenis lain karena punya organ semacam gelambir yang berwarna biru keunguan. Karena karakteristiknya, Amir dan rekannya menyebut spesies ini bunglon berleher ungu.
Sementara itu, P guttalineatus mempunyai ciri unik berupa pola garis putus-putus berwarna kebiruan pada bagian leher. Nama spesies diambil dari ciri unik itu. lineatus berasal dari kata "gutta" yang berarti bintik atau spot serta "lineatus" yang berarti garis.
P cybelidermus dan P guttalineatus sangat mirip hingga sulit dibedakan satu sama lain. Itu mungkin terjadi karena keduanya hidup di lingkungan yang hampir sama, wilayah Bukit Barisan di Lampung.
P guttalineatus, seperti umumnya bunglon, bisa melakukan mimikri. Saat berada di atas tanah atau daun-daun kering, jenis ini berubah warna menjadi coklat. Sementara itu, ketika berada di atas dedaunan, warnanya berubah menjadi hijau.
Baik P guttalineatus maupun P cybelidermus punya kesamaan menarik yang bisa dilihat ketika keduanya membuka mulut. Tenggorokan dua jenis itu adalah perpaduan antara warna hitam dan oranye.
Spesies ketiga yang ditemukan, P rhammanotus, punya karakter khas berupa sisik menonjol di bagian punggung. Ciri itu membuat punggung jenis ini seolah penuh jahitan. Maka dari itu, para ilmuwan pun menyebut jenis ini bunglon dengan jahitan punggung.
P rhammanotus itu adalah bunglon yang paling mirip dengan P tympanistriga, jenis bunglon Sumatera yang telah dikenal sebelumnya. Tenggorokan P rhammanotus berwarna hitam, sedangkan lidahnya berwarna putih.
Pseudocalotes rhammanotus
Amir bercerita, awal penemuan ini adalah ekspedisi penelitian reptil ke Bukit Barisan selama Mei hingga Juni 2013 lalu. Selama dua minggu, Amir dan tim menyusuri hutan sekunder dan wilayah budi daya, memotret reptil yang ditemui, dan mengambil koleksi reptil.
Sumatera selama ini dikenal cuma punya spesies bunglon dari genus Pseudocalotes, yakni P tympanistriga. Namun, hasil analisis morfologi dan DNA ternyata menemukan tiga spesies baru. "Ini yang membuat saya terkejut," kata Amir.
Tiga spesies bunglon yang ditemukan hidup di wilayah dataran tinggi. Jika spesies di dataran rendah Sumatera terancam oleh sawit, jenis yang hidup di dataran tinggi terancam oleh perkebunan kopi.
Pengungkapan spesies baru penting walaupun manfaatnya tak langsung diketahui. Keragaman hayati harus didata. "Sebelumnya semakin banyak hewan yang punah," ungkap Amir.
Jenis baru bunglon itu terungkap lewat riset ahli herpetologi (ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy. Dia meneliti bersama rekannya dari Universitas Brawijaya, Boward College, dan Universitas Texas.
Ketiga spesies yang ditemukan adalah Pseudocalotes cybelidermus, Pseudocalotes lineatus, dan Pseudocalotes rhammanotus. Temuan itu dipublikasikan di jurnal Zootaxa pada 25 Juli 2014 yang lalu.
P cybelidermus berbeda dengan jenis lain karena punya organ semacam gelambir yang berwarna biru keunguan. Karena karakteristiknya, Amir dan rekannya menyebut spesies ini bunglon berleher ungu.
Sementara itu, P guttalineatus mempunyai ciri unik berupa pola garis putus-putus berwarna kebiruan pada bagian leher. Nama spesies diambil dari ciri unik itu. lineatus berasal dari kata "gutta" yang berarti bintik atau spot serta "lineatus" yang berarti garis.
P cybelidermus dan P guttalineatus sangat mirip hingga sulit dibedakan satu sama lain. Itu mungkin terjadi karena keduanya hidup di lingkungan yang hampir sama, wilayah Bukit Barisan di Lampung.
Pseudocalotes guttalineatus
P guttalineatus, seperti umumnya bunglon, bisa melakukan mimikri. Saat berada di atas tanah atau daun-daun kering, jenis ini berubah warna menjadi coklat. Sementara itu, ketika berada di atas dedaunan, warnanya berubah menjadi hijau.
Baik P guttalineatus maupun P cybelidermus punya kesamaan menarik yang bisa dilihat ketika keduanya membuka mulut. Tenggorokan dua jenis itu adalah perpaduan antara warna hitam dan oranye.
Spesies ketiga yang ditemukan, P rhammanotus, punya karakter khas berupa sisik menonjol di bagian punggung. Ciri itu membuat punggung jenis ini seolah penuh jahitan. Maka dari itu, para ilmuwan pun menyebut jenis ini bunglon dengan jahitan punggung.
P rhammanotus itu adalah bunglon yang paling mirip dengan P tympanistriga, jenis bunglon Sumatera yang telah dikenal sebelumnya. Tenggorokan P rhammanotus berwarna hitam, sedangkan lidahnya berwarna putih.
Amir bercerita, awal penemuan ini adalah ekspedisi penelitian reptil ke Bukit Barisan selama Mei hingga Juni 2013 lalu. Selama dua minggu, Amir dan tim menyusuri hutan sekunder dan wilayah budi daya, memotret reptil yang ditemui, dan mengambil koleksi reptil.
Sumatera selama ini dikenal cuma punya spesies bunglon dari genus Pseudocalotes, yakni P tympanistriga. Namun, hasil analisis morfologi dan DNA ternyata menemukan tiga spesies baru. "Ini yang membuat saya terkejut," kata Amir.
Tiga spesies bunglon yang ditemukan hidup di wilayah dataran tinggi. Jika spesies di dataran rendah Sumatera terancam oleh sawit, jenis yang hidup di dataran tinggi terancam oleh perkebunan kopi.
Pengungkapan spesies baru penting walaupun manfaatnya tak langsung diketahui. Keragaman hayati harus didata. "Sebelumnya semakin banyak hewan yang punah," ungkap Amir.
EmoticonEmoticon