Mengantuk saat mengemudi kerap kali berakhir celaka. Sebuah helm antikantuk dirancang dengan memanfaatkan teknologi sensor getaran, oleh dua mahasiswa Universitas Surabaya. Rancangan ini pun sudah mendapat penghargaan internasional.
Helm antikantuk tersebut memanfaatkan denyut nadi sebagai pemicu getaran. Dirancang oleh dua mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Surabaya, Kristiawan Manik dan Ricky Nathaniel Joevan, helm ini mendapat medali emas International Invention Inovation and Design di Universiti Teknologi Mara, Segamat, Johor, Malaysia.
Sekilas dilihat, helm ini tak berbeda dengan helm kebanyakan. Hanya tampak kabel sepanjang 1 meter yang menjulur ke luar helm, sementara perangkat modular tersimpan rapi di dalamnya. Ricky mengatakan helm tersebut mereka namai Anti Drowsing System (Androsys).
Berdasarkan denyut nadi
Ricky menjelaskan, denyut nadi seseorang dalam kondisi normal adalah 80 denyut per menit. Jumlah ini akan menurun ketika orang tersebut mengantuk. Ketika jumlah denyut nadi itu menyusut, ujar dia, saat itulah Androsys bekerja.
Bila denyut nadi yang terukur kurang dari 80 denyut per menit, kata Ricky, maka mikro-controler di dalam peralatan Androsys akan mengirimkan pesan ke vibrator. Mendapat pesan itu, vibrator yang dilekatkan pada bagian dalam di sisi atas helm bergetar. ”Getaran inilah yang berfungsi agar pemakainya tidak jadi mengantuk,”kata Ricky, Senin (25/8/2014).
Rangkaian Androsys ini terdiri dari tiga bagian, yakni input, prosesor, dan vibrator. Bagian input berupa sensor denyut nadi, yang akan dipasang pada tangan atau leher, bagian tubuh seseorang yang teraba denyut nadinya.
Hasil bacaan sensor ini dikirimkan ke prosesor berupa mikro-controler yang berfungsi menghitung denyut nadi dan mengirimkan pesan getaran ke vibrator tersebut. Bagi pengendara yang sudah mengantuk berat, getaran itu bisa dipakai tanda sehingga dia berhenti mengendarai motornya.
”Saya sudah mencoba helm ini, dan ternyata memang benar, ketika mengantuk langsung ada getaran sehingga rasa kantuknya langsung hilang,” kata Kristiawan menimpali. Menurut dia, ide awal pembuatan helm ini muncul saat dia mengikuti kuliah Design Project.
Pada saat bersamaan, kata Kristiawan, ada berita yang menyebutkan mengantuk menjadi penyebab tertinggi terjadinya kecelakaan. Dia mengutip, pada Lebaran 2013 misalnya, tercatat 3.657 kecelakaan yang terjadi akibat pengendara kendaraan mengantuk.
”Dari situ, kami berpikir untuk menciptakan alat pencegah rasa kantuk bagi pengendara motor yang efektif, efisien, dan ekonomis,” tutur Kristiawan. Bersama Ricky, dia pun langsung berburu referensi, yang itu butuh waktu sekitar satu tahun sampai alat mereka sempurna.
Tak lolos Pimnas 2014
Setelah mendapat apresiasi positif dari dosennya, Androsys ini diikutkan dalam program kreativitas mahasiswa (PKM). Mereka pun mendapat dana Rp 9,5 juta dari Dirjen Dikti untuk mengembangkan alatnya. Sayangnya, alat inovatif ini tidak lolos di pekan ilmiah mahasiswa (Pimnas) 2014.
Meski demikian, Ricky dan Kristiawan tidak patah arang. Mereka ikutkan alat itu dalam ajang International Invention Inovation and Design di Universiti Teknologi Mara Segamat, Johor, Malaysia pada 20 Agustus 2014.
Tanpa diduga Androsys meraih medali emas untuk kategori inovasi mengalahkan 112 peserta dari Amerika, Swedia, Australia, dan tuan rumah Malaysia. ”Kami satu-satunya peserta dari luar yang meraih emas. Gak nyangka juga karena inovasi peserta lainnya juga bagus,” aku Ricky sambil tersenyum.
Kemenangan itu tidak membuat mereka puas. Kini mereka tengah mengembangkan helmnya dengan menambahkan alat pengatur denyut nadi yang lebih mudah di-setting, karena pada dasarnya standar normal jumlah denyut nadi setiap orang berbeda-beda.
”Selain itu kami juga sedang membuat agar sensornya bisa diletakkan di pengait helm sehingga ketika dipakai langsung bisa menempel pada leher untuk langsung bisa mendeteksi denyut nadinya,” papar Kristiawan.
Siap memasarkan
Tak hanya berinovasi, Ricky dan Kristiawan juga sudah berancang-ancang memasarkan produknya. Menurut hitungan mereka, setiap helm dengan teknologi Androsys bisa dipasarkan seharga Rp 500.000.
Diakui Ricky harga ini cukup terjangkau karena hanya memakai sensor denyut nadi dan bukan sensor gelombang otak. Bila memakai sensor gelombang otak seperti yang sudah diteliti lebih dulu keterkaitannya dengan kantuk, harga sensornya saja sudah Rp 10 juta per unit. ”Alat yang kami ciptakna ini sangat murah dan praktis."
Sunardi Tjandra, dosen pembimbing inovasi ini mengatakan prestasi yang diraih Ricky dan Kristiawan jauh melebihi targetnya. Dia berharap helm anti kantuk tersebut bisa segera dipatenkan. "Ini akan terus disempurnakan dan semoga ada generasi-generasi baru yang terus berinvensi dan berinovasi,” kata dia
EmoticonEmoticon