Kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan
dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk
ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir
dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan
sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni
musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat
terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan
dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua
kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di
Sumatra.
Berikut Kerajaan
Hindu-Budha yang ada di Indonesia:
A.
Kerajaan Kutai
Kutai
Martadipura adalah
kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua.
Berdiri sekitar abad ke-4.
Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur,
tepatnya di hulu sungai Mahakam.Nama
Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti
yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara
jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang
dapat diperoleh.
1.Kehidupan Politik
Menurut para ahli, diperkirakan kerajaan Kutai
dipengaruhi oleh kerajaan Hindu di India Selatan. Perkiraan itu didasarkan
dengan membandingkan huruf di Yupa dengan prasasti-prasasti di India. Dari
bentuk hurufnya, prasasti itu diperkirakan berasal dari abad ke-5 M. Apabila
dibandingkan dengan prasasti di Tarumanegara, maka bentuk huruf di kerajaan
Kutai jauh lebih tua.
Berdasarkan salah satu isi prasasti Yupa, kita dapat mengetahui
nama-nama raja yang pernah memerintah di Kutai, yaitu Kundungga, Aswawarman dan
Mulawarman. Prasasti tersebut adalah:
‘’Srinatah sri-narendrasya, kundungasya
mahatmanah, putro svavarmmo vikhyatah, vansakartta yathansuman, Tasya putra
mahatmanah, tryas traya ivagnayah, tesn traynam prvrah, tapobala-damanvitah,
sri mulavarmma rajendro,yastva bahusuvarunakam, tasya yjnasya yupo ‘yam,
dvijendarais samprakalpitah’’.
Yang
Artinya:
‘’Sang maharaja
Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang masyhur, sang Aswawarman
yang seperti ansuman, sang Aswawarman mempunyai tiga putra yang
seperti api yang suci. Yang paling terkemuka ialah sang Mulawarman, raja
yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Dia melaksanakan selamatan dengan
emas yang banyak. Untuk itulah Tugu batu ini didirikan’’.
Raja Kudungga
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadikerajaan dan mengangkat dirinya menjadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun-temurun.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadikerajaan dan mengangkat dirinya menjadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun-temurun.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Sementara itu Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Hindu. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Rakyat hidup tenteram dan sejahtera.
Hanya ketiga raja tersebut yang tertulis dalam prasasti Yupa. Sementara itu raja-raja lain setelah Mulawarman belum diketahui secara pasti karena keterbatasan sumber sejarah.
2.Sosial Budaya
Bukti kebudayaan
Hindu sudah mulai masuk pada masa Kundungga dapat dibuktikan dengan
diberikannya nama Hindu kepada anaknya. Namun pendapat itu bisa saja tidak
tepat, jika Aswawarman yang mengganti namanya sendiri, dan bukan oleh ayahnya
melalui upacara vrtyastoma.
Vrtyastoma adalah upacara penyucian diri dalam agama
Hindu. Upacara vrtyastoma digunakan oleh orang-orang Indonesia yang terkena
pengaruh Hindu untuk masuk ke dalam kasta tertentu sesuai dengan kedudukan
asalnya, dan setelah upacara ini diadakan, biasanya disusul dengan pergantian
nama.
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya
nenek moyangnya. Dalam kaitan ini, mereka melestarikan tradisi megalitikum
melalui pembuatan tiang batu (yupa) untuk mengenang apa yang telah mereka
perbuat (sebagai tindakan masyarakat berbudaya) berupa penjelasan keturunan,
kedermawanan, dan agama yang mereka peluk.
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang sangat respon terhadap perubahan
dan kemajuan kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesediaan menerima
dan mengadaptasi budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat sebagaimana
ditunjukkan dalam yupa-prasasti yang mereka buat.
Masyarakat Kutai adalah masyrakat yang menjunjung tinggi spirit
keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya. Penyebutan nama Brahmana sebagai
pemimpin spiritual dan ritual keagamaan dalam yupa-prasasti yang mereka tulis
menguatkan kesimpulan di atas.
3.Ekonomi
Kehidupan
ekonomi masyarakat Kutai diperkirakan ditunjang dari sektor pertanian, baik
sawah maupun ladang. Selain itu, melihat letaknya yang strategis, yaitu di
sekitar Sungai Mahakam yang menjadi jalur perdagangan Cina dan India, membuat
Kerajaan Kutai menarik untuk disinggahi para pedagang. Dengan begitu, bidang
perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai.Kehidupan
ekonomi masyarakat Kutai meningkat dengan diangkatnya Raja Mulawarman. Beliau
adalah raja yang mulia dan dermawan. Terbukti dengan memberi sedekah kepada
rakyatnya berupa 20.000 ekor sapi yang diletakkan di Waprakeswara.
B.
Kerajaan
Tarumanegara
Berdasarkan penemuan dari beberapa
prasasti tentang kerajaan Tarumanegara, maka letak kerajaan itu adalah di
wilayah Jawa Barat, dengan pusat kerajaan diperkirakan terletak di sekitar
daerah Bogor sekarang.
Adapun wilayah kekuasaan
kerajaan Tarumanegara meliputi daerah Banten, jakarta sampai ke perbatasan
Cirebon, sehingga dapat ditafsirkan bahwa pada masa pemerintahan Raja
Purnawarman wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara hampir menguasai seluruh
wilayah Jawa Barat.
1.
Kehidupan Politik
Raja Purnawarman adalah raja besar
yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari
prasasti tugu yang menyatakan bahwa Raja Purnawarman telah memerintahkan untuk
menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena
pembuatan kali ini berarti pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar
pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. Dengan upaya itu, Raja Purnawarman
dipandang sebagai raja besar yang memperhatikan kehidupan rakyatnya.
2. Kehidupan Sosial
Pada prasasti
Ciaruteun disebutkan bahwa telapak kaki Raja Purnawarman disamakan dengan
telapak kaki Dewa Wisnu, di mana Dewa Wisnu dipandang sebaga dewa pelindung
dunia. Jadi, Raja Purnawarman adalah seorang raja yang terus berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya.
3. Kehidupan Ekonomi
3. Kehidupan Ekonomi
Pada prasasti Tugu dinyatakan,
bahwa Raja Purnawarman memerintahkan untuk membuat sebuah terusan sepanjang
6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi
masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana pencegah banjir dan sarana
lalu lintas pelayaran perdagangan antar daerah di Kerajaan Tarumanegara atau dengan
dunia luar.
4.Kehidupan Kepercayaan
Berdasarkan prasasti-prasasti
yang ditemukan, bahwa kepercayaan Hindu-Buddha sangat berakar kuat di kerajaan
ini. Perkembangan agama Hindu sangat baik, hal ini ditandai dengan hubungan
yang erat antara raja dan Brahmana. Dengan demikian, agama Hindu memberikan
nilai-nilai terhadap kehidupan kerajaan. Sementara itu, berita dari Fa Hsien
dijelaskan bahwa penganut agama Buddha sangat sedikit dibanding dengan agama
Hindu
5.Kehidupan Kebudayaan
Dilihat dari teknik dan cara penulisan
huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan
Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan
masyarakat pada masa itu sudah tinggi.
C.
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan
sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli,
pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada
abad ke-7 M. Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan berita Cina.
Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua, yaitu prasasti yang berasal dari
dalam negeri dan prasasti yang berasal dari luar negeri.
Prasasti yang berasal dari dalam
negeri antara lain: prasasti Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga
Batu (683), Kota Kapur (686), Karang Berahi (686), Palas Pasemah dan Amoghapasa
(1286). Sementara itu, prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain;
Ligor (775), Nalanda.
1.
Kehidupan Politik
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan Sriwijaya, antara lain sebagai berikut.
1.Berita-berita dari Cina, India, Malaka, Ceylon, Arab, dan Parsi.
2.Prasasti-prasasti (enam di Sumatra Selatan dan satu di Pulau Bangka).
a)Prasasti Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang.
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan Sriwijaya, antara lain sebagai berikut.
1.Berita-berita dari Cina, India, Malaka, Ceylon, Arab, dan Parsi.
2.Prasasti-prasasti (enam di Sumatra Selatan dan satu di Pulau Bangka).
a)Prasasti Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang.
Isinya Dapunta Hyang mengadakan
perjalanan selama delapan hari dengan membawa 20.000 pasukan dan berhasil
menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
b) Prasasti Talang Tuo (606 S/684 M di sebelah barat Palembang.
Isinya tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
c) Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
d) Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi.
b) Prasasti Talang Tuo (606 S/684 M di sebelah barat Palembang.
Isinya tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
c) Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
d) Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi.
Parasasti Kota Kapur dan Prasasti
Karang Birahi berisi permohonan kepada dewa untuk keselamatan rakyat dan
Kerajaan Sriwijaya.
e) Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun) di Palembang.
e) Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun) di Palembang.
Isinya berupa kutukan
terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
f) Prasasti Palas Pasemah di
Pasemah, Lampung Selatan.
Isinya wilayah Lampung Selatan telah diduduki
Sriwijaya.
g) Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra.
g) Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra.
Isinya Sriwijaya diperintah
oleh Darmaseta.
2.
Kehidupan Keagaman
Dalam bidang agama, Kerajaan
Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan
salah satu tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti.
Para peziarah agama Buddha
sebelum ke India harus tinggal di Sriwijaya.Di antaranya ialah I' Tsing.
Sebelum menuju ke India ia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa
Sanskerta selama enam bulan (1671). Begitu pula ketika pulang dari India, ia
tinggal selama empat tahun (681–685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari
bahasa Sanskerta ke bahasa Cina. Di samping itu juga ada pendeta dari Tibet,
yang bernama Atica yang datang dan tinggal di Sriwijaya selama 11 tahun
(1011-1023) dalam rangka belajar agama Buddha dari seorang guru besar
Dharmakirti.
3.Kehidupan
ekonomi
Kerajaan Sriwijaya adalah
salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya
mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu
lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan
menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa.
Setiap pelayaran dan
perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati
wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa,
Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa
penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea
cukai bagi kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya.
Komoditas ekspor
Sriwijaya
antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak,
dan wangi-wangian.
4.
Kehidupan Budaya
Menurut berita dari Tibet,
seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M)
dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama
Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India.
Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak
banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda
kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
D.
Kerajaan
Singasari
Sejarah Kerajaan Singasari berawal
dari daerah Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di
daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang, dengan pelabuhannya bernama
Pasuruan.
1.
Sumber Sejarah
b. Kitab
Negara Kertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat
dengan raja-raja Singasari.
c. Prasasti-prasasti
sesudah tahun 1248 M.
Berita-berita
asing (berita Cina), menyatakan bahwa Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukkannya
untuk menyerang Kerajaan Singasari.
d.Peninggalan-peninggalan
purbakala berupa banguna-bangunan Candi yang menjadi makam dari raja-raja
Singasari seperti Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari dan lain-lain.
2.
Kehidupan Politik
Kerajaan Singasari yang pernah
mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di Indonesia dan bahkan
menjadi cikal bakal Kerajaan Majapahit, pernah diperintah oleh raja-raja
sebagai berikut:
Ken Arok
Ken Arok sebagai raja Singasari
pertama bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama
Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Raja Ken Arok memerintah
antara tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis
pada tahun 1227. Ia mati terbunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan
anak tirinya (anak Ken Dedes dari suami pertamanya Tunggul Ametung).
Raja Kertanegara
Raja Kertanegara (1268-1292 M)
merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasasri. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Upaya yang
ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri
dan luar negeri.
3.
Kehidupan ekonomi
Letak kerajaan Singhasari di
tepi sungai Bengawan Solo. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa masyarakatnya
aktif dalam kegiatan perekonomian pelayaran. Selain itu, dengan suburnya bumi
Jawa, maka sektor pertanian pun menjadi bagian dari aspek perekonomian yang
maju di Singhasari beserta hasil buminya. Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan
oleh Kertanegara merupakan salah satu bukti bahwa negara berusaha meningkatkan
kehidupan ekonominya dengan menguasai jalur perdagangan strategis.
4. Kehidupan sosial-budaya
4. Kehidupan sosial-budaya
Beberapa Raja Singhasari sangat
memperhatikan kehidupan sosial rakyatnya, termasuk Ken Angrok. Jadi, wajar jika
para Brahamana banyak meminta perlindungan ketika bersengketa dengan Raja
Kediri. Namun, pada masa Anusapati, raja itu sibuk dengan kehidupan pribadinya,
sehingga kehidupan sosial masyarakatnya banyak yang terabaikan. Pada masa
pemerintahan Wishnuwardana, kehidupan sosial masyarakat kembali diperhatikan.
Kerajaan Majapahit merupakan suatu
kerajaan besar yang disegani oleh banyak Negara
asing
dan membawa keharuman nama Indonesia sampai jauh ke luar wilayah Indonesia.
1.
Sumber Sejarah
Sumber informasi mengenai berdiri
dan berkembangnya Kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni:
·
Prasasti
Butak (1294 M)
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden
Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa
keruntuhan Kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan
Kerajaan. Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama. Kedua kidung ini
menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari Kediri dan tahun-tahun
awal perkembangan Majapahit.Kitab Pararaton, menceritakan tentang pemerintahan
raja-raja Singasari dan Majapahit. Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang
perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
2.
Kehidupan Politik
Sebagaimana telah diuraikan bahwa
Raja Kertanegara telah wafat pada tahun 1292, ketika itu pusat Kerajaan
Singasari diserbu secara mendadak oleh Jayakatwang (keturunan Raja Kediri).
Dalam serangan itu Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil meloloskan diri
dan lari ke Madura untuk meminta perlindungan dari Bupati Arya Wiraraja. Berkat
bantuannya, Raden Wijaya akhirnya dimaafkan oleh Jayakatwang dan diberi
sebidang tanah di Tarik yang kemudian digunakan untuk mempersiapkan diri dan
menyusun kekuatan untuk sewaktu-waktu mengadakan serangan balasan terhadap
Kediri. Kedatangan pasukan China-Mongol yang ingin menaklukan Kertanegara,
tidak disia-siakan oleh Raden
Wijaya
untuk menyerang Raja Jayakawang (Raja Kediri). Raden Wijaya berhasil menipu
pasukan- pasukan China, sehingga mereka rela bergabung dengan Raden Wijaya dan
meyerang Raja Jayaktwang hingga akhirnya Kerajaan Kediri dapat dihancurkan.
Kemanangan tersebut membuat tentara China-Mongol bergembira dan mengadakan
pesta kemenangan. Dalam kesempatan itu, Raden Wijaya menyerang mereka secara
mendadak dan tak diduga-duga yang menyebabkan banyak pasukan China-Mongol yang
terbunuh.
3.
Kehidupan Ekonomi
Majapahit selalu menjalankan politik
bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya
(Siam), Champa, dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370-1381 Majapahit
telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui
dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.
Hubungan persahabatan yang dijalin
dengan negara tetangga itu sangat penting artinya bagi Kerajaan Majapahit.
Khususnya dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan) karena wilayah
kekuasaan Kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan serta
sebagai sumber barang dagangan yang sangat laku di pasaran pada saat itu.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi,
intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.
Dalam dunia perdagangan Kerajaan
Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting, yaitu sebagai kerajaan
produsen dan sebagai kerajaan perantara.
4.
Kehidupan Budaya
Bukti-bukti perkembangan
kebudayaan di Kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui
peninggalan-peninggalan berikut.
Antara
lain Candi Panataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan Surawana (Pare, Kediri),
Candi Sawentar (Blitar), Candi Sumberjati (blitar), Candi Tikus (Trowulan), dan
bangunan-bangunan purba lainnya yang terdapat di daerah Trowulan.
Sastra
Hasil
sastra zaman Majapahit awal di antaranya:
a. Kitab
Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca (tahun 1365).
b. Kitab
Sutasoma, karangan Mpu Tantular.
c. Kitab
Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular.
d. Kitab
Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.
· e. Kitab
Parthayajna, tidak diketahui pengarangnya.
F.
Kerajaan
Mataram
1. Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram Kuno dikenal sebagai kerajaan yang toleran dalam hal
beragama. Sebab, di Kerajaan Mataram Lama berkembang agama Buddha dan Hindu
secara berdampingan. Kerajaan ini diperintah oleh dua dinasti, yaitu Dinasti
Sanjaya yang beragama Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Berdasarkan
interpretasi terhadap prasasti-prasasti bahwa kedua dinasti itu saling bersaing
berebut pengaruh dan kadang-kadang memerintah bersama-sama. Asal usul Dinasti
Sanjaya tercantum dalam prasasti Canggal (732 M) yang menyebutkan bahwa Sanjaya
adalah keponakan Sanna (anak dari Sannaha). Dinasti Syailendra sendiri
tercantum dalam prasasti Sojomerto (tidak berangka tahun), isinya menceritakan
tentang Dapuntahyang Syailendra.
Berdasarkan
Prasasti Canggal (732 M), terletak di atas Gunung Wukir, Kecamatan Salam
Magelang, diketahui bahwa raja pertama dari Dinasti Sanjaya adalah Sanjaya yang
memerintah di ibu kota bernama Medang. Prasasti itu juga menceritakan tentang
pendirian sebuah lingga (lambang dewa Syiwa) di atas bukit di wilayah
Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya pada tanggal 6 Oktober 732.
Disebutkan
juga tentang Pulau Jawa yang subur dan banyak menghasilkan gandum atau padi dan
kaya akan tambang emas, yang mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Setelah
Raja Sanna meninggal, ia digantikan oleh Raja Sanjaya, anak saudara perempuan
Raja Sanna. Raja Sanjaya adalah seorang raja yang gagah berani yang telah
menaklukkan raja di sekelilingnya dan menjadikan kemakmuran bagi rakyatnya .
Menurut Carita Parahyangan (buku sejarah Pasundan), disebutkan Sanna berasal
dari Galuh (Ciamis).
Selain
prasasti Canggal, ada juga prasasti Kalasan (778 M) yang terdapat di sebelah
timur Yogyakarta. Dalam prasasti itu disebutkan Raja Panangkaran dengan nama
Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Hal itu menunjukkan
bahwa raja-raja keturunan Sanjaya termasuk keluarga Syailendra.
Prasasti Kedu ( Prasasti Mantyasih ) berangka tahun 907 M mencantumkan
silsilah raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Prasasti Kedu dibuat
pada masa Raja Rakai Dyah Balitung. Adapun silsilah raja-raja yang pernah
memerintah di Mataram yaitu sebagai berikut.
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Rakai Dyah Balitung.
Menurut
prasasti Kedu dapat diketahui bahwa Raja Sanjaya digantikan oleh Rakai
Panangkaran. Selanjutnya salah seorang keturunan raja Dinasti Syailendra yang
bernama Sri Sanggrama Dhananjaya berhasil menggeser kekuasaan Dinasti Sanjaya
yang dipimpin Rakai Panangkaran pada tahun 778. Sejak saat itu, Kerajaan
Mataram dikuasai sepenuhnya oleh Dinasti Syailendra.
Tahun
778 sampai dengan tahun 856 sering disebut sebagai pemerintahan selingan.
Sebab, antara Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya silih berganti berkuasa.
Dinasti Syailendra yang beragama Buddha mengembangkan Kerajaan Mataram Lama
yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinasti Sanjaya yang
beragama Hindu mengembangkan kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah bagian
Utara.
Puncak
kejayaan Dinasti Sanjaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung yang
menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia mendirikan candi Prambanan dan Loro
Jonggrang menurut model candi-candi Syailendra. Masa pemerintahan raja-raja
Mataram setelah Dyah Balitung tidak terlalu banyak sumber yang menceritakannya.
Yang dapat diketahui adalah nama-nama raja yang memerintah, yakni, Daksa
(913-919), Wawa (919-924), Tulodhong (924-929), sampai Mpu Sindok pada tahun
929 M memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan
mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isanawangsa.
Letak kerajaan
Mataram yang terisolasi menyebabkan perekonomian kerajaan itu sulit untuk
berkembang dengan baik. Selain itu, transportasi dari pesisir ke pedalaman
sulit untuk dilakukan karena keadaan sungainya. Dengan demikian, perekonomian
rakyat banyak yang mengandalkan sektor agraris daripada perdagangan, apalagi
perdagangan internasional. Dengan keadaan tersebut, wajar bila Raja Kayuwangi
berusaha untuk memajukan sektor pertanian, sebab dengan sektor inilah,
perekonomian rakyat dapat dikembangkan.
Berdasarkan
prasasti Purworejo (900 M) disebutkan bahwa Raja Belitung memerintahkan
pendirian pusat-pusat perdagangan. Pendirian pusat-pusat perdagangan tersebut
dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, baik di sektor
pertanian dan perdagangan. Selain itu, dimaksudkan agar menarik para pedagang
dari daerah lain untuk mau berdagang di Mataram.
Prasasti Wonogiri
(903 M) menceritakan tentang dibebaskannya desa-desa di daerah pinggiran sungai
Bengawan Solo apabila penduduk setempat mampu menjamin kelancaran lalu lintas
di sungai tersebut. Terjaminnya sarana pengangkutan atau transportasi merupakan
kunci untuk mengembangkan perekonomian dan membuka hubungan dagang dengan dunia
luar. Dengan demikian, usaha-usaha mengembangkan sektor perekonomian terus
diusahakan oleh raja Mataram demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
Struktur sosial masyarakat Mataram Kuno tidak begitu ketat, sebab
seorang Brahmana dapat menjadi seorang pejabat seperti seorang ksatria, ataupun
sebaliknya seorang Ksatria bisa saja menjadi seorang pertapa. Dalam masyarakat
Jawa, terkenal dengan kepercayaan bahwa dunia manusia sangat dipengaruhi oleh
alam semesta (sistem kosmologi). Dengan demikian, segala yang terjadi di alam
semesta ini akan berpengaruh pada kehidupan manusia, begitu pula
sebaliknya.
Oleh
karena itu, untuk keserasian alam semesta dan kehidupan manusia maka harus
dijalin hubungan yang harmonis antara alam semesta dan manusia, begitu pula
antara sesama manusia. Sistem kosmologi juga menjadikan raja sebagai penguasa
tertinggi dan penjelmaan kekuatan dewa di dunia. Seluruh kekayaan yang ada di
tanah kerajaan adalah milik raja, dan rakyat wajib membayar upeti dan pajak
pada raja. Sebaliknya raja harus memerintah secara arif dan bijaksana.
Dalam bidang kebudayaan, Mataram Kuno banyak menghasilkan karya yang
berupa candi. Pada masa pemerintahan Raja Sanjaya, telah dibangun beberapa
candi antara lain: Candi Arjuna, Candi Bima dan Candi Nakula. Pada masa Rakai
Pikatan, dibangun Candi Prambanan. Candi-candi lain yang dibangun pada masa
Mataram Kuno antara lain Candi Borobudur, Candi Gedongsongo, Candi Sambisari,
dan Candi Ratu Baka.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, banyak didirikan candi-candi yang
bercorak Hindu dan Buddha. Pernikahannya dengan Pramodhawardhani tidak
menyurutkan Rakai Pikatan untuk berpindah agama. Ia tetap memeluk agama Hindu
dan permaisurinya beragama Buddha. Pembangunan candi-candi dilakukan dengan
bekerja sama. Pramodhawardhani yang bergelar Sri Kahulunan banyak mendirikan
candi yang bersifat Buddha, sedangkan suaminya (Rakai Pikatan) banyak mendirikan
candi yang bersifat Hindu.
Peranan
Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah
dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat
kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini
sehubungan dengan adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau
adanya wabah penyakit. Untuk lebih lengkapnya mengenai penyebab kemunduran
Kerajaan Mataram Kuno ini dapat dipelajari pada Materi.
G.
Kerajaan Dinasti Isyana
Berdasarkan penemuan beberapa prasasti,
dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di
muara sungai Brantas.ibu kotanya bernama Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh
Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Namun, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa
pemerintahan Mpu Sindok mencakup daerah Nganjuk disebelah barat, daerah
Pasuruan di sebelah timur, daerah Surabaya di sebelah utara, dan daerah Malang
di sebelah selatan. Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan
Medang Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur.
1.
Sumber Sejarah
Berita India mengatakan bahwa Kerajaan
Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Chola. Hubungan ini
bertujuan untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan
pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.
Berita Cina berasal dari
catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan Kerajaan
Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan
Sriwijaya sedang terjadi permusuhan dan pertikaian, sehingga ketika Duta
Sriwijaya pulang dari Negeri Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di
Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah
meninggalkan Sriwijaya dan pada saat itu Kerajaan Medang Kamulan dapat
memajukan pelayaran dan perdagangan.
2.
Kehidupan Politik
Sejak
berdiri dan berkembangnya Kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa raja yang
diketahui memerintah kerajaan ini. Raja-raja tersebut adalah sebagai berikut.
Raja Mpu Sindok
Raja
Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok
Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana.
Raja Mpu Sindok masih termasuk keturunan dari raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di
Jawa Tengah. Karena kondisi di Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya
Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan
pusat pemerintahannya ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok
(947 M) menyatakan bahwa Raja Mpu sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan
Medang Kamulan di Jawa Timur.
Dharmawangsa
Raja
Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik
yang tajam. Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan.
Kebesaran Raja Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya.
Airlangga
Dalam
Prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk
keturunan dari Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata
(Gunapria Dharmapatni) yang kawin dengan Raja Udayana dari Bali.
3.
Kehidupan Ekonomi
Raja
Mpu Sindok mendirikan ibu kota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan
tujuan menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan
pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktifitas perdagangan bukan saja di Jawa
Timur, tetapi berkembang ke luar wilayah jawa Timur.
Di
bawah pemerintahan Raja Dharmawangsa, Kerajaan Medang Kamulan menjadi pusat
aktifitas pelayaran perdagangan di indonesia Timur. Namun akibat serangan dari
Kerajaan Wurawari, segala perekonomian Kerajaan Medang Kamulan mengalami
kehancuran.
4. Kehidupan sosial-budaya
Dalam bidang toleransi
dan sastra, Mpu Sindok mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayamikan
(Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa
pemerintahan Airlangga tercipta karya sastraArjunawiwaha yang
dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik,
ceritanya diambil dari karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang
ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa dan banyak karya sastra yang
dihasilkan.
H.
Kerajaan Kediri
Dalam persaingan
antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan
yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalahJayabaya
(1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa
Airlangga dan berhasil. Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana
kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga.
Pada masa
pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh
menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara
Pandawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan
Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan
Gatotkacasraya.
Jayabaya
juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama
yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka
Jayabaya".
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu
Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja
menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara
dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri
Candrakirana.
Raja
Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya
dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul
Kerajaan Singasari.
Pada masa Kejayaan
Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal
ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang
berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur
berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras.
3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain
emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, seperti besar dan palawija.Adapun
kehidupan sosialnya sebagai berikut.
1. Rakyat Kediri pada umumnya memiliki tempat tinggal yang baik,
bersih, dan rapi.
2. Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda (berupa emas) dan hukuman mati (khususnya bagi pencuri dan perampok).
2. Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda (berupa emas) dan hukuman mati (khususnya bagi pencuri dan perampok).
Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri
berkembang pesat, antara lain sebagai berikut.
1) Pada masa Dharmawangsa
berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab
Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
2) Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
3) Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan
Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan
Gatotkacasraya.
4) Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu
Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.
I.
KERAJAAN HOLING
1. Lokasi
Kerajaan
Berita
Cina berasal dari Dinasti T'ang yang menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing
berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara,
Po-Li (Bali) sebelah Timur dan To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama lain dari
Holing adalah Cho-Po (Jawa), sehingga berdasarkan berita tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di Pulau Jawa, khususnya Jawa
Tengah.
J.L.
Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian,
yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan Holing selayaknya
terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya. Alasannya, Selat
Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan
saat itu. Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah
di Semenajung Malaya yang bernama daerah Keling.
2.
Sumber Sejarah
I-Tsing
menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan pembantunya bernama
Yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M untuk mempelajari ajaran agama Budha. Ia
juga menterjemahkan kitab suci agama Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa
Cina. Dalam menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh pendeta agama Budha dari
Holing yang bernama Jnanabhadra. Menurut keterangan dari Dinasti Sung, kitab
yang diterjemahkan oleh Hui-Ning adalah bagian terakhir kitab Parinirvana yang
mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang Budha.
3.
Kehidupan Politik
Berdasarkan
berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri
yang bernama Ratu Sima.
Pemerintahan
Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Rakyat tunduk dan taat
terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat atau
pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya.
4.
Kehidupan Sosial
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil
dan bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan
mentaati segala keputusan Ratu Sima.
5.
Kehidupan Ekonomi
kehidupan
perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan
Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan
perdagangan pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka
mengadakan hubungan perdagangan dengan teratur.
J. Kerajaan Melayu
Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Cina
ditulis Ma-La-Yu (末羅瑜國) merupakan sebuah nama kerajaan yang berada
di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan
yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang
mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang
berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat
di Dharmasraya dan diawal abad ke 15
berpusat di Suruaso atau Pagaruyung.
Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi(Thai:Sovannophum) yang oleh para pendatang
disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya
mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat
Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya (Thai:Sevichai) pada tahun 682.
Peta Kerajaan Melayu kuno
Penggunaan kata Melayu, telah
dikenal sekitar tahun 100-150 seperti yang tersebut dalam buku Geographike
Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon. Dan
kemudian dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha
terdapat istilah Malaya dvipa yang bermaksudtanah yang
dikelilingi air.
1. Kehidupan
Ekonomi
Karena letaknya strategis di jalur pelayaran dan perdagangan, Sriwijaya adalah Kerajaan Maritim yang kegiatan ekonominya bertumpu dalam bidang perdagangan.
Karena letaknya strategis di jalur pelayaran dan perdagangan, Sriwijaya adalah Kerajaan Maritim yang kegiatan ekonominya bertumpu dalam bidang perdagangan.
2. Kehidupan Budaya
Merupakan pusat agama Buddha di luar India.
Merupakan pusat agama Buddha di luar India.
3. Kehidupan sosial
Masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama
dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat
pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan
berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu
Sakyakirti.Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama
Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Dari
prasasti ini diketahui pula raja Sriwijaya yaitu Balaputra Dewa mempunyai
hubungan erat dengan raja Dewa Paladewa (India). Raja ini memberi sebidang
tanah untuk asrama pelajar dari Sriwijaya. Sebagai penganut agama yang taat
maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang
tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran
rakyatnya. Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya
sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam
bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui
melalui peninggalanpeninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha
seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di
Bukit Siguntang (Palembang).Kebesaran dan kejayaan Sriwijaya akhirnya mengalami
kemunduran dan keruntuhan akibat serangan dari kerajaan lain.
4. Kehidupan Politik
Dalam
kehidupan politik. Raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga,
dengan pusat kerajaannya ada 2 pendapat yaitu pendapat pertama yang menyebutkan
pusat Sriwijaya di Palembang karena daerah tersebut banyak ditemukan prasasti
Sriwijaya dan adanya sungai Musi yang strategis untuk perdagangan.
Sedangkan
pendapat kedua letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai
Kampar Kiri dan Kampar Kanan yang diperkirakan daerah Binaga yaitu terletak di
Jambi yang juga strategis untuk perdagangan. Dari dua pendapat tersebut, maka
oleh ahli menyimpulkan bahwa pada mulanya Sriwijaya berpusat di Palembang.
Kemudian dipindahkan ke Minangatamwan.Untuk selanjutnya Sriwijaya mampu
mengembangkan kerajaannya melalui keberhasilan politik ekspansi/perluasan
wilayah ke daerah-daerah yang sangat penting artinya untuk perdagangan. Hal ini
sesuai dengan prasasti yang ditemukan Lampung, Bangka, dan Ligor. Bahkan
melalui benteng I-tshing bahwa Kedah di pulau Penang juga dikuasai Sriwijaya.
Dengan
demikian Sriwijaya bukan lagi sebagai negara senusa atau satu pulau, tetapi
sudah merupakan negara antar nusa karena penguasaannya atas beberapa pulau.
Bahkan ada yang berpendapat Sriwijaya adalah negara kesatuan pertama. Karena
kekuasaannya luas dan berperan sebagai negara besar di Asia Tenggara. Kehidupan
EkonomiKerajaan Sriwijaya memiliki letak yang strategis di jalur pelayaran dan
perdagangan Internasional Asia Tenggara. Dengan letak yang strategis tersebut
maka Sriwijaya berkembang menjadi pusat perdagangan dan menjadi Pelabuhan Transito
sehingga dapat menimbun barang dari dalam maupun luar.Dengan demikian kedudukan
Sriwijaya dalam perdagangan internasional sangat baik. Hal ini juga didukung
oleh pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa. Pada
masanya Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan
di jalurjalur pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari
luar yang singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.Dengan
adanya pedagang-pedagang dari luar yang singgah maka penghasilan Sriwijaya
meningkat dengan pesat. Peningkatan diperoleh dari pembayaran upeti, pajak
maupun keuntungan dari hasil perdagangan dengan demikian Sriwijaya berkembang
menjadi kerajaan yang besar dan makmur.Kehidupan social.
K.
Kerajaan
Bali
1. Kehidupan politik
Nama
Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam berita Cina abad ke-7
disebut adanya nama daerah yang bernama Dwa-pa-tan, yang terletak di sebelah
timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama Dwa-pa-tan ini sama dengan
Bali. Adat istiadat penduduk Dwa-pa-tan ini sama dengan di Holing, yaitu setiap
bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan daun lontar, orang yang
meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas
serta diberi harum-haruman, kemudian mayat itu dibakar. Berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan, pengaruh Buddha datang terlebih dahulu
dibandingkan dengan pengaruh Hindu. Prasasti yang berangka tahun 882 M,
menggunakan bahasa Bali menerangkan tentang pemberian i in kepada para biksu
untuk mendirikan pertapaan di Bukit Cintamani. Pengaruh Hindu di Bali berasal
dari Jawa Timur, ketika Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ketika
Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang melarikan diri ke Bali, sehingga
banyak penduduk Bali sekarang yang menganggap dirinya keturunan dari Majapahit.
Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa
Blanjong, dekat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang bernama
Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. Prasasti ini ditulis
dengan huruf Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836 saka), dalam
Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti.
Raja selanjutnya yang berkuasa adalah adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M). Tabanendra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M. Tidak banyak berita yang menceritakan masa kekuasaannya.
Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali. Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring. Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.
2. Kehidupan ekonomi
Raja selanjutnya yang berkuasa adalah adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M). Tabanendra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M. Tidak banyak berita yang menceritakan masa kekuasaannya.
Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali. Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring. Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.
2. Kehidupan ekonomi
Kehidupan
ekonomi yang berkembang di Bali adalah sektor pertanian. Hal itu dapat
dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam berbagai prasasti yang
menunjukkan usaha dalam sektor pertanian, seperti suwah, parlak (sawah kering),
gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kaswakas (pengairan sawah).
3. Kehidupan sosial budaya
3. Kehidupan sosial budaya
Struktur
masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya,
dan Sudra. Tetapi pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu
pula dalam pemberian nama awal pada anak-anak di lingkungan masyarakat Bali
memiliki cara yang khas, yaitu:
a. Wayan untuk anak pertama;
b. Made untuk anak kedua;
c. Nyoman untuk anak ketiga;
d. Ketut untuk anak keempat.
Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria.
4. Kepercayaan
a. Wayan untuk anak pertama;
b. Made untuk anak kedua;
c. Nyoman untuk anak ketiga;
d. Ketut untuk anak keempat.
Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria.
4. Kepercayaan
Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari
kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak
yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah
bercampur dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali
sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga
dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap dapat menolong dan
melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini,
lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma.
L. Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran
adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat
kerajaan ini beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak di Parahyangan (Sunda).
Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti kota. Pada masa
lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu
kotanya. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang
disebutkan dalam Prasasti Sang Hyang Tapak (1030
M) di kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka
Bumi.
Sumber Sejarah
·
Dari
catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan bangsa asing,
dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini. Antara lain mengenai wilayah kerajaan
dan ibukota KerajaanPajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara
naskah-naskah BabadPajajaran, CaritaParahiangan, dan CaritaWaruga Guru.
·
Selain
naskah-naskah babad,
Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu,
seperti:
·
PrasastiBatuTulis, Bogor
·
PrasastiSanghyangTapak, Sukabumi
·
Prasasti Horren
·
Prasasti Rakyan
Juru Pangambat
·
Prasasti Astanagede
·
Taman perburuan,
yang sekarang menjadi Kebun Raya
Bogor
·
Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan
·
Berita asing dari
Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)
Raja – Raja Yang
Memerintah
·
Sri
Baduga Maharaja (1482 – 1521)
·
Surawisesa
(1521 – 1535)
·
Ratu
Dewata (1535 – 1543)
·
Ratu
Sakti (1543 – 1551)
·
Ratu
Nilakendra (1551-1567)
·
Raga
Mulya (1567 – 1579)
·
Rahyang
Niskala Wastu Kencana
·
Rahyang
Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
·
Sri
Baduga MahaRaja
·
Hyang
Wuni Sora
·
Ratu
Samian (Prabu Surawisesa)
·
Prabu
Ratu Dewata.
Kehidupan Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
1.
Kondisi
Kehidupan Sosial
Kehidupan
masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan
perdagangan, golongan yang di anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal,
maling, prampok, dll)
2.
Kondisi Kehidupan Ekonomi
Pada umumnya
masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama perladangan. Di
samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Kerajaan
Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaituPelabuhan Banten, Pontang,
Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk (Pamanukan)
3.
Kehidupan
Budaya
Kehidupan budaya
masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu.
Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang
Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.
M.
Kerajaan Medang Kamulan
Berdasarkan
penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan
terletak di Jawa Timur, yaitu di muara sungai Brantas.ibu kotanya bernama Watan
Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat
pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Namun, wilayah kekuasaan
Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup daerah
Nganjuk disebelah barat, daerah Pasuruan di sebelah timur, daerah Surabaya di
sebelah utara, dan daerah Malang di sebelah selatan. Dalam perkembangan
selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh
wilayah Jawa Timur.
1. Sumber Sejarah
Berita India
mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan
Kerajaan Chola. Hubungan ini bertujuan untuk membendung dan menghalangi
kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.
Berita Cina berasal
dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan
Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan
Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan dan pertikaian, sehingga ketika
Duta Sriwijaya pulang dari Negeri Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal
dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa
telah meninggalkan Sriwijaya dan pada saat itu Kerajaan Medang Kamulan dapat
memajukan pelayaran dan perdagangan.
2. Kehidupan
Politik
Sejak berdiri dan berkembangnya
Kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa raja yang diketahui memerintah
kerajaan ini. Raja-raja tersebut adalah sebagai berikut.
Raja Mpu Sindok
Raja Mpu Sindok
memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Isyanatunggadewa. Dari
gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana. Raja Mpu Sindok masih
termasuk keturunan dari raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Karena
kondisi di Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat
desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya
ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (947 M) menyatakan
bahwa Raja Mpu sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan Medang Kamulan di Jawa
Timur.
Dharmawangsa
Raja Dharmawangsa
dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam.
Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan. Kebesaran Raja
Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya.
Airlangga
Dalam Prasasti
Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk keturunan
dari Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria
Dharmapatni) yang kawin dengan Raja Udayana dari Bali.
3. Kehidupan
Ekonomi
Raja Mpu Sindok
mendirikan ibu kota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan menjadi
pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa
pemerintahan Dharmawangsa, aktifitas perdagangan bukan saja di Jawa Timur,
tetapi berkembang ke luar wilayah jawa Timur.
Di bawah
pemerintahan Raja Dharmawangsa, Kerajaan Medang Kamulan menjadi pusat aktifitas
pelayaran perdagangan di indonesia Timur. Namun akibat serangan dari Kerajaan
Wurawari, segala perekonomian Kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran.
EmoticonEmoticon